Bentuk:
UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor:
9 TAHUN 1998 (9/1998)
Tanggal:
26 OKTOBER 1998 (JAKARTA)
Sumber:
LN NO. 1998/181; TLN NO. 3789
Tentang:
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia
yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia;
b.
bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
c.
bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial
dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan
damai;
d.
bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d,
perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka
Umum;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
3.
Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum.
4.
Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.
5.
Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat
dengan tema tertentu.
6.
Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan
secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.
7.
Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.
8.
Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
2
(1)
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan
pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)
Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
3
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:
a.
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;
b.
asas musyawarah dan mufakat;
c.
asas kepastian hukum dan keadilan;
d.
asas proporsionalitas; dan
e.
asas manfaat.
Pasal
4
Tujuan
pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah:
a.
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
b.
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
c.
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas
setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;
d. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan
perorangan atau kelompok.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Pasal
5
Warga
negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:
a.
mengeluarkan pikiran secara bebas;
b.
memperoleh perlindungan hukum.
Pasal
6
Warga
negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
a.
menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b.
menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.
menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.
menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.
menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal
7
Dalam
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a.
melindungi hak asasi manusia;
b.
menghargai asas legalitas;
c.
menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d.
menyelenggarakan pengamanan.
Pasal
8
Masyarakat
berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian
pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
BAB
IV
BENTUK-BENTUK
DAN TATA CARA
PENYAMPAIAN
PENDAPAT DI MUKA UMUM
Pasal
9
(1)
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a.
unjuk rasa atau demonstrasi;
b.
pawai;
c.
rapat umum; dan atau
d.
mimbar bebas.
(2)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:
a.
di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah
sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat,
dan obyek-obyek vital nasional;
b. pada hari besar nasional.
(3)
Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan
umum.
Pasal
10
(1)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan
secara tertulis kepada Polri.
(2)
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
(3)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh
Polri setempat.
(4)
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Pasal
11
Surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat:
a.
maksud dan tujuan;
b.
tempat, lokasi, dan rute;
c.
waktu dan lama;
d.
bentuk;
e.
penanggung jawab;
f.
nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g.
alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h.
jumlah peserta.
Pasal
12
(1)
Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan
Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman,
tertib, dan damai.
(2)
Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau
demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung
jawab.
Pasal
13
(1)
Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri
wajib:
a.
segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;
b.
berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;
c.
berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan
penyampaian pendapat;
d.
mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
(2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri
bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta
penyampaian pendapat di muka umum.
(3)
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab
menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Pasal
14
Pembatalan
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan
langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
BAB
V
SANKSI
Pasal
15
Pelaksanaan
penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 10, dan Pasal 11.
Pasal
16
Pelaku
atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
17
Penanggung
jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah
dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
Pasal
18
(1)
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak
warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi
ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
BAB
VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
19
Segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang ini.
BAB
VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
20
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di: Jakarta
pada
tanggal 26 Oktober 1998
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN
JUSUF HABIBIE
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 Oktober 1998
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd
AKBAR
TANDJUNG
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 181
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
9 TAHUN 1998
TENTANG
KEMERDEKAAN
MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
UMUM
Menyampaikan
pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam
Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang-undang".
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai
pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak
memandang batas-batas".
Perwujudan
kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan
tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan
kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari
penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan
arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga
tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa
aman dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional
sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia
yang antara lain menetapkan sebagai berikut:
1.
setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan
pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;
2.
dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata
pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;
3.
hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan
dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dikaitkan
dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum,
sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah
Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang
aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.
Bertitik
tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi
kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan:
1.
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;
2.
asas musyawarah dan mufakat;
3.
asas kepastian hukum dan keadilan;
4.
asas proporsionalitas;
5.
asas manfaat.
Kelima
asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam
berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Berlandaskan
atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka
pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk:
1.
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
2.
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
3.
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas
setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;
4.
menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Sejalan
dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik
otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif.
Dengan
berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang-undang tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat
melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945,
dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang
dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam
pembentukan dan penegakan hukum.
Undang-undang
ini mengatur bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak
mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun
elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup
jelas
Pasal
2
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan "penyampaian pendapat di muka umum" adalah
penyampaian pendapat secara lisan, tulisan, dan sebagainya.
"Penyampaian
pendapat secara lisan" antara lain: pidato, dialog, dan diskusi.
"Penyampaian
pendapat secara tulisan" antara lain: petisi, gambar, pamflet, poster,
brosur, selebaran, dan spanduk.
Adapun
yang dimaksud dengan "dan sebagainya" antara lain: sikap membisu dan
mogok makan.
Pasal
3
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah asas yang meletakkan
segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang
dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang
dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.
Huruf
e
Cukup
jelas
Pasal
4
Cukup
jelas
Pasal
5
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan "mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah
mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari
tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "memperoleh perlindungan hukum" termasuk di dalamnya
jaminan keamanan.
Pasal
6
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain" adalah
ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman,
tertib, dan damai.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum"
adalah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan
masyarakat.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban
umum" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi
ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun
kesehatan.
Huruf
e
Yang
dimaksud dengan "menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa"
adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.
Pasal
7
Yang
dimaksud dengan "aparatur pemerintah" adalah aparatur pemerintah yang
menyelenggarakan pengamanan.
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "menyelenggarakan pengamanan" adalah segala daya
upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah
timbulnya gangguan atau tekanan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari
mana pun juga.
Pasal
8
Yang
dimaksud dengan "berperan serta secara bertanggung jawab" adalah hak
masyarakat untuk memberi dan memperoleh informasi atau konfirmasi kepada atau
dari aparatur pemerintah agar terjamin keamanan dan ketertiban lingkungannya,
tanpa menghalangi terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum.
Pasal
9
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan pengecualian "di lingkungan istana kepresidenan"
adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari
pagar luar.
Pengecualian
untuk "instalasi militer" meliputi radius 150 meter dari pagar luar.
Pengecualian
untuk "obyek-obyek vital nasional" meliputi radius 500 meter dari
pagar luar.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan hari-hari besar nasional adalah:
1.
Tahun Baru;
2.
Hari Raya Nyepi;
3.
Hari Wafat Isa Almasih;
4.
Isra Mi'raj;
5.
Kenaikan Isa Almasih;
6.
Hari Raya Waisak;
7.
Hari Raya Idul Fitri;
8.
Hari Raya Idul Adha;
9.
Hari Maulid Nabi;
10.
1 Muharam;
11.
Hari Natal;
12.
17 Agustus.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
10
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan "Polri setempat" adalah satuan Polri terdepan dimana
kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan
pada:
a. 1
(satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat;
b. 2
(dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya, pemberitahuan
ditujukan kepada Polres setempat;
c. 2
(dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan
ditujukan kepada Polda setempat;
d. 2
(dua) propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
11
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "tempat" dalam Pasal ini adalah tempat peserta
berkumpul dan berangkat ke lokasi.
Yang
dimaksud dengan "lokasi" dalam Pasal ini adalah tempat penyampaian
pendapat di muka umum.
Yang
dimaksud dengan "rute" dalam Pasal ini adalah jalan yang dilalui oleh
peserta penyampaian pendapat di muka umum dari tempat berkumpul dan berangkat
sampai di lokasi yang dituju dan atau sebaliknya.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "bentuk" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
Huruf
e
Penanggung
jawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang
bertanggung jawab agar pelaksanaannya berlangsung dengan aman,
tertib, dan damai.
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Cukup
jelas
Pasal
12
Cukup
jelas
Pasal
13
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Koordinasi
antara Polri dengan penanggung jawab dimaksudkan untuk mempertimbangkan
faktor-faktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di muka
umum secara aman, tertib, dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
14
Cukup
jelas
Pasal
15
Kewajiban
dan tanggung jawab yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, b, d, dan e adalah
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
16
Yang
dimaksud dengan "sanksi hukum" adalah sanksi hukum pidana, sanksi
hukum perdata, atau sanksi administrasi.
Yang
dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah
ketentuan peraturan perundang-undangan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum
administrasi.
Pasal
17
Yang
dimaksud dengan "melakukan tindak pidana" dalam Pasal ini adalah
termasuk perbuatan-perbuatan yang diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Pasal
18
Cukup
jelas
Pasal
19
Cukup
jelas
Pasal 20
Cukup
jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3789
Jakarta,
22 Oktober 1998
WAKIL
KETUA,
HARI SABARNO, S.IP. MBA. MM Bentuk:
UNDANG-UNDANG (UU)
Oleh:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor:
9 TAHUN 1998 (9/1998)
Tanggal:
26 OKTOBER 1998 (JAKARTA)
Sumber:
LN NO. 1998/181; TLN NO. 3789
Tentang:
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia
yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia;
b.
bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
c.
bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial
dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan
damai;
d.
bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung
jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d,
perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka
Umum;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
3.
Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum.
4.
Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.
5.
Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat
dengan tema tertentu.
6.
Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan
secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.
7.
Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.
8.
Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
2
(1)
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan
pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)
Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
3
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:
a.
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;
b.
asas musyawarah dan mufakat;
c.
asas kepastian hukum dan keadilan;
d.
asas proporsionalitas; dan
e.
asas manfaat.
Pasal
4
Tujuan
pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah:
a.
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
b.
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
c.
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas
setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;
d. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan
perorangan atau kelompok.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Pasal
5
Warga
negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:
a.
mengeluarkan pikiran secara bebas;
b.
memperoleh perlindungan hukum.
Pasal
6
Warga
negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
a.
menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b.
menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.
menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.
menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.
menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal
7
Dalam
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a.
melindungi hak asasi manusia;
b.
menghargai asas legalitas;
c.
menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d.
menyelenggarakan pengamanan.
Pasal
8
Masyarakat
berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian
pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
BAB
IV
BENTUK-BENTUK
DAN TATA CARA
PENYAMPAIAN
PENDAPAT DI MUKA UMUM
Pasal
9
(1)
Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a.
unjuk rasa atau demonstrasi;
b.
pawai;
c.
rapat umum; dan atau
d.
mimbar bebas.
(2)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:
a.
di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah
sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat,
dan obyek-obyek vital nasional;
b. pada hari besar nasional.
(3)
Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan
umum.
Pasal
10
(1)
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan
secara tertulis kepada Polri.
(2)
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
(3)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh
Polri setempat.
(4)
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Pasal
11
Surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat:
a.
maksud dan tujuan;
b.
tempat, lokasi, dan rute;
c.
waktu dan lama;
d.
bentuk;
e.
penanggung jawab;
f.
nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g.
alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h.
jumlah peserta.
Pasal
12
(1)
Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan
Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman,
tertib, dan damai.
(2)
Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau
demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung
jawab.
Pasal
13
(1)
Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri
wajib:
a.
segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;
b.
berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;
c.
berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan
penyampaian pendapat;
d.
mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
(2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri
bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta
penyampaian pendapat di muka umum.
(3)
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab
menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
Pasal
14
Pembatalan
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan
langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
BAB
V
SANKSI
Pasal
15
Pelaksanaan
penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 10, dan Pasal 11.
Pasal
16
Pelaku
atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
17
Penanggung
jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah
dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
Pasal
18
(1)
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak
warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi
ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
BAB
VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
19
Segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang ini.
BAB
VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
20
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di: Jakarta
pada
tanggal 26 Oktober 1998
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN
JUSUF HABIBIE
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 Oktober 1998
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd
AKBAR
TANDJUNG
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 181
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
9 TAHUN 1998
TENTANG
KEMERDEKAAN
MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
UMUM
Menyampaikan
pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam
Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan Undang-undang".
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai
pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak
memandang batas-batas".
Perwujudan
kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan
tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan
kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari
penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan
arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga
tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa
aman dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional
sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia
yang antara lain menetapkan sebagai berikut:
1.
setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan
pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;
2.
dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata
pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;
3.
hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan
dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dikaitkan
dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum,
sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah
Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang
aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.
Bertitik
tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi
kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan:
1.
asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;
2.
asas musyawarah dan mufakat;
3.
asas kepastian hukum dan keadilan;
4.
asas proporsionalitas;
5.
asas manfaat.
Kelima
asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam
berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Berlandaskan
atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka
pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk:
1.
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
2.
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
3.
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas
setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;
4.
menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Sejalan
dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik
otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif.
Dengan
berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang-undang tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat
melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945,
dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang
dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam
pembentukan dan penegakan hukum.
Undang-undang
ini mengatur bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak
mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun
elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup
jelas
Pasal
2
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan "penyampaian pendapat di muka umum" adalah
penyampaian pendapat secara lisan, tulisan, dan sebagainya.
"Penyampaian
pendapat secara lisan" antara lain: pidato, dialog, dan diskusi.
"Penyampaian
pendapat secara tulisan" antara lain: petisi, gambar, pamflet, poster,
brosur, selebaran, dan spanduk.
Adapun
yang dimaksud dengan "dan sebagainya" antara lain: sikap membisu dan
mogok makan.
Pasal
3
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah asas yang meletakkan
segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang
dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang
dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.
Huruf
e
Cukup
jelas
Pasal
4
Cukup
jelas
Pasal
5
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan "mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah
mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari
tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "memperoleh perlindungan hukum" termasuk di dalamnya
jaminan keamanan.
Pasal
6
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain" adalah
ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman,
tertib, dan damai.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum"
adalah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan
masyarakat.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban
umum" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi
ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun
kesehatan.
Huruf
e
Yang
dimaksud dengan "menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa"
adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.
Pasal
7
Yang
dimaksud dengan "aparatur pemerintah" adalah aparatur pemerintah yang
menyelenggarakan pengamanan.
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Cukup
jelas
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "menyelenggarakan pengamanan" adalah segala daya
upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah
timbulnya gangguan atau tekanan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari
mana pun juga.
Pasal
8
Yang
dimaksud dengan "berperan serta secara bertanggung jawab" adalah hak
masyarakat untuk memberi dan memperoleh informasi atau konfirmasi kepada atau
dari aparatur pemerintah agar terjamin keamanan dan ketertiban lingkungannya,
tanpa menghalangi terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum.
Pasal
9
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Huruf
a
Yang
dimaksud dengan pengecualian "di lingkungan istana kepresidenan"
adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari
pagar luar.
Pengecualian
untuk "instalasi militer" meliputi radius 150 meter dari pagar luar.
Pengecualian
untuk "obyek-obyek vital nasional" meliputi radius 500 meter dari
pagar luar.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan hari-hari besar nasional adalah:
1.
Tahun Baru;
2.
Hari Raya Nyepi;
3.
Hari Wafat Isa Almasih;
4.
Isra Mi'raj;
5.
Kenaikan Isa Almasih;
6.
Hari Raya Waisak;
7.
Hari Raya Idul Fitri;
8.
Hari Raya Idul Adha;
9.
Hari Maulid Nabi;
10.
1 Muharam;
11.
Hari Natal;
12.
17 Agustus.
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
10
Ayat
(1)
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan "Polri setempat" adalah satuan Polri terdepan dimana
kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan
pada:
a. 1
(satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat;
b. 2
(dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya, pemberitahuan
ditujukan kepada Polres setempat;
c. 2
(dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan
ditujukan kepada Polda setempat;
d. 2
(dua) propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
11
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan "tempat" dalam Pasal ini adalah tempat peserta
berkumpul dan berangkat ke lokasi.
Yang
dimaksud dengan "lokasi" dalam Pasal ini adalah tempat penyampaian
pendapat di muka umum.
Yang
dimaksud dengan "rute" dalam Pasal ini adalah jalan yang dilalui oleh
peserta penyampaian pendapat di muka umum dari tempat berkumpul dan berangkat
sampai di lokasi yang dituju dan atau sebaliknya.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan "bentuk" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
Huruf
e
Penanggung
jawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang
bertanggung jawab agar pelaksanaannya berlangsung dengan aman,
tertib, dan damai.
Huruf
f
Cukup
jelas
Huruf
g
Cukup
jelas
Huruf
h
Cukup
jelas
Pasal
12
Cukup
jelas
Pasal
13
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup
jelas
Huruf
b
Koordinasi
antara Polri dengan penanggung jawab dimaksudkan untuk mempertimbangkan
faktor-faktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di muka
umum secara aman, tertib, dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.
Huruf
c
Cukup
jelas
Huruf
d
Cukup
jelas
Ayat
(2)
Cukup
jelas
Ayat
(3)
Cukup
jelas
Pasal
14
Cukup
jelas
Pasal
15
Kewajiban
dan tanggung jawab yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, b, d, dan e adalah
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
16
Yang
dimaksud dengan "sanksi hukum" adalah sanksi hukum pidana, sanksi
hukum perdata, atau sanksi administrasi.
Yang
dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah
ketentuan peraturan perundang-undangan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum
administrasi.
Pasal
17
Yang
dimaksud dengan "melakukan tindak pidana" dalam Pasal ini adalah
termasuk perbuatan-perbuatan yang diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Pasal
18
Cukup
jelas
Pasal
19
Cukup
jelas
Pasal 20
Cukup
jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3789
Jakarta,
22 Oktober 1998
WAKIL
KETUA,
HARI SABARNO, S.IP. MBA. MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar