Mapala UI adalah salah satu mapala yang dikenal sebagai pionir[rujukan?]
berdirinya mapala di Indonesia adalah Mapala UI (Universitas Indonesia). Kini, hampir
seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki
mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas hingga jurusan.
Kegiatan mapala umumnya berkisar di alam terbuka dan menyangkut
lingkungan hidup. Jenis aktivitas meliputi pendakian gunung (mountaineering),
pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan arus liar atau arung
jeram(rafting),penyelaman (diving) penghijauan dan bahkan
penerbitan media-media yang bertema lingkungan. Akhir-akhir ini di mana
degradasi lingkungan dirasa semakin parah, maka peran mapala sangat
penting untuk membantu melestarikan lingkungan.
Setiap tahun rutin diadakan kegiatan TWKM. TWKM merupakan kepanjangan
dari Temu Wicara dan Kenal Medan.
Sesama pencinta alam ada Kode Etik Pencinta Alam Se-Indonesia yang disahkan bersama dalam Gladian iv di Ujung Pandang, tanggal 29 Januari 1974.
Sesama pencinta alam ada Kode Etik Pencinta Alam Se-Indonesia yang disahkan bersama dalam Gladian iv di Ujung Pandang, tanggal 29 Januari 1974.
Sejarah Mapala UI
Di Fakultas sastra UI (Kini Fakultas
Ilmu Budaya), sebelum berdirinya Mapala UI, sudah terdapat kelompok
– kelompok mahasiswa yang gemar bertualang di alam bebas. Mereka yang
terdiri dari mahasiswa Arkeologi dan Antropologi
yang banyak turun ke lapangan serta mereka yang pernah tergabung dalam
organisasi kepanduan. Sayangnya kelompok – kelompok ini tidak
terkordinir dengan baik dalam statu wadah dan mereka juga tidak pernah
membuka diri dengan peminat – peminat baru di luar jurusannya.
Soe Hok Gie Adalah seorang yang mencetuskan ide pembentukan
suatu organisasi yang dapat menjadi wadah untuk mengkoordinir kelompok –
kelompok tadi, berikut kegiatan mereka di alam bebas.
Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8
Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah
mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti
yang dikemukakan Sdr. Soe sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta
alam yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19
Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango. Organisasi yang bernama Ikatan
Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan
mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi anggota setelah
melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usianya
yang kedua.
Adapun organisasi yang diidamkan Sdr. Soe itu merupakan organisasi
yang dapat menampung segala kegiatan di alam bebas, dan ini dikhususkan
bagi mahasiswa FSUI saja. Kegiatan ini terutama pada masa liburan.
Bedanya dengan kelompok yang ada, gagasan ini terutama ditekankan pada
perlunya memberikan kesempatan pada mereka yang sebelumnya pernah
keluyuran , untuk melihat dari dekat tanah airnya.
Tujuan dari organisasi ini mencakup tiga hal yaitu Pertama, untuk
memupuk patriotisme yang sehat di kalangan anggotanya. Ini dapat dicapai
dengan hidup di alam dan rakyat kebanyakan. Memang tekad yang mendasari
pendirian organisasi ini adalah suatu keyakinan bahwa patriotisme yang
sehat tidak mungkin timbul dari slogan – slogan, indoktrinasi -
indoktrinasi, ataupun poster – poster. Patriotisme yang sehat hanyalah
mungkin dibina atas partisipasi yang aktif dari seseorang melalui hidup
di tengah – tengah alam dan rakyat Indonesia pada umumnya. Adalah hal
yang mustahil, bahwa cinta tanah air dapat timbul melalui jendela –
jendela bis atau mobil mewah. Kedua, mendidik para anggota, baik mental
maupun fisik. Sebab seorang kader yang baik adalah kader yang sehat
jasmani dan rohaninya. Disini juga ditekankan aspek edukasi tanah air
secara aktif dari dekat. Ketiga, untuk mencapai semangat gotong royong
dan kesadaran sosial. Sampai saat ini, tujuan – tujuan tadi belum
tercapai secara maksimal, tetapi titik terang sudah terlihat.
Dalam pertemuan tanggal 8 Nopember 1964 itu, gagasan Sdr. Soe
mendapat sambutan baik di kalangan mahasiswa FSUI yang senang
”keluyuran” di alam bebas”. Sdr. Maulana, Koy Gandasuteja, Amin
Sumardji, Ratnaesih, dan Edhi Wuryantoro, yang waktu itu menjadi
pengurus dari Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi, bersedia membantu.
Bahkan bila perlu melepas jabatan tadi.
Setelah berbincang – bincang selama kurang lebih satu jam, semua yang
hadir antara lain : Soe Hok Gie, Maulana, Koy Gandasuteja, Ratnaesih
(kemudian menjadi Ny. Maulana), Edhi Wuryantoro, Asminur Sofyan Udin, D
armatin Suryadi, Judi Hidayat Sutarnadi, Wahjono, Endang Puspita,
Rahayu,Sutiarti (kemudian menjadi Ny. Judi Hidayat), setuju untuk
membicarakan gagasan tadi pada keesokan harinya di FSUI.
Pertemuan kedua diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, di
depan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu semua yang sudah disebut
ditambah Sdr. Herman
O. Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa
FSUI. Pada saat itu Sdr. Udin mengusulkan nama organisasi yang akan
lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam.”Biar
keren deh, namanya seperti OKB (Orang Kaya Baru, tetapi isinya gembel
melulu),”ujarnya. Setelah pendapat ditampung, akhirnya diputuskan nama
organisasi yang akan lahir itu IMPALA. Kemudian pembicaraan dilanjutkan
dengan membahas kapan dan dimana IMPALA akan diresmikan.
Suatu hal yang sangat kebetulan sekali pada waktu itu Sdr. Willy Han
dari Senat Mahasiswa FSUI merencanakan piknik ke Ciloto dalam
rangka pembinaan mahasiswa baru pada tanggal 15 Nopember 1964. Rencana
itu kurang mendapat sambutan dari mahasiswa yang ketularan gagasan
pendirian IMPALA yang beberapa diantaranya anggota senat. Mereka ini
mengusulkan rencana piknik ke Ciloto dialihkan ke Cibeureum.Rencana ini
diterima.
Sebelum berangkat, pada tanggal 13 Nopember 1964, Sdr. Koy, Maulana,
Edhi, Amin, dan Ratnaesih bertemu di kafetaria FSUI untuk membicarakan
peresmian Impala di Cibeureum. Semua setuju bahwa
peresmian IMPALA akan dilangsungkan dibawah siraman air terjun
Cibeureum. Kemudian untuk membuat suatu kejutan mereka sepakat untuk
mengirimkan tim pembuka jalan dan menyiapkan tempat peresmian IMPALA.
Keesokan harinya, jam 13.00 rombongan pendahulu berangkat secara diam
– diam ditambah 2 orang ”Guest Star” yaitu Sdr. Halina Hambali dan Sdr.
Siti Aminah. Karena sampai di Cibodas hampir jam 20.00, rombongan
terpaksa menginap di Cibodas (sekarang ini lapangan
parkir). Pada masa itu, hubungan Jakarta – Puncak masih sukar, karena
bus masih jarang. Dari pertigaan Cibodas, rombongan terpaksa jalan kaki.
Sepanjang perjalanan Cimacan – Cibodas sepi sekali. Maklum, pada waktu
itu sisa – sisa gerombolan Kartosuwiryo masih banyak berkeliaran di Gn.
Gede – pangrango. Meskipun di kiri kanan jalan ada beberapa rumah
penduduk, semuanya sudah tertutup, hanya ada beberapa lampu minyak yang
menempel.
Pagi – pagi sekali rombongan ini berangkat menuju Cibeureum. Namun
hingga tengah hari, rombongan besar yang dinanti – nanti tidak kunjung
datang. Akhirnya diputuskan untuk kembali ke Jakarta dan menunda
peresmian pendirian IMPALA. Ternyata bus yang membawa rombongan
mengalami mogok di Cibulan dan tidak bisa meneruskan perjalanan ke
Cibodas.
Meskipun usaha pertama gagal, para perintis ini tidak menyerah.
Sementara mematangkan ide, mereka bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan
III bidang Mahalum, yaitu Drs. Bambang
Soemadio dan Drs. Moendardjito
(Kini Prof. DR. Moendardjito) yang ternyata menaruh minat terhadap
organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi
MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Dan pada
waktu itu segala yang borjuis, habis diganyang. Nama ini diberikan oleh
Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta
Alam. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala
juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini
diharapkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu
berhasil berkat lindungan dewi pengetahuan. Dewi Prajnaparamita juga
menjadi lambang dari senat FSUI saat itu. Lambang yang digunakan adalah
gambar dua telapak kaki dengan tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA dibawahnya.
Telapak kaki kiri terletak lebih kedepan dari telapak kaki kanan. Hal
ini melambangkan kehadiran di alam bebas dalam bentuk penjelajahan dan
sebagainya. Selain itu lambang telapak kaki ini juga diilhami penggunaan
tapak kaki oleh raaja Purnawarman dalam prasasti – prasastinya yang
dapat diartikan lambang kebesaran. Dibawah tulisan MAPALA PRAJNAPARAMITA
ditambah tulisan FSUI yang menunjukkan tempat bernaungnya organisasi
ini.
Setelah segala persiapan selesai, pada tanggal 5 Desember 1964
berangkatlah 3 orang yaitu Sdr. Soe, Maulanan dan Ratnaesih ke daerah
Ciampe untuk survei Persami yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 dan
12 Desember 1964.
Pada tanggal 11 Desember pukul 06.30 semua peserta yang mencapai
lebih dari 30 orang berkumpul di lapangan Banteng dan berangkat. Pada
pukul 11.00, mulailah rombongan mendaki lereng – lereng terjal dari
bukit kapur Ciampea. Hari yang panas waktu itu membuat beberapa peserta
”anak mami” kelelahan dan merepotkan panitia. Jam 14.30 peserta tiba di
bukit. Tenda segera didirikan. Pada malam hari angin bertiup sangat
kencang dan hujan lebat. Tenda banyak yang roboh, sehingga peserta
banyak yang berteduh di gubuk yang kebetulan ada disitu. Hampir saja
peresmian Mapala dibatalkan karena sampai dengan jam 20.00 hujan masih
lebat. Namun akhirnya pada pukul 21.00 hujan berhenti dan bulan bersinar
terang. Semua peserta yang basah kuyup dikumpulkan untuk mengadakan
rapat pembentukan MAPALA yang dipimpin Sdr. Soe. Ketika rapat sedang
berjalan, tiba – tiba datang tamu dari Jakarta yaitu Bpk Soemadio, Bpk
soemadjito dan Mang Jugo Sarijun yang sengaja datang untuk menyaksikan
upacara peresmian MAPALA. Sdr Maulana terpilih sebagai ketua pertama dan
formatur tunggal.
Sampai dengan tahun pertama, Mapala telah memiliki 12 orang anggota
yaitu AS Udin, Rahaju, Surtiarti, Ratnaesih, Endang Puspita, Mayangsari,
soe Hok gie, Judi Hidajat, Edhi Wuryantoro, Koy Gandasutedja, Wahjono,
dan abdurrahman.
Perubahan menjadi Mapala UI
Sampai tahun 1970-an, di beberapa fakultas di UI terdapat beberapa
organisasi pencinta alam antara lain : Ikatan Mahasiswa Pencinta alam
(IMPALA) di Psikologi, Climbing And Tracking Club (CATAC) di Ekonomi,
Yellow Xappa Student Family (Yexastufa) di Teknik, Climbing And Tacking
(CAT) di Kedokteran dll. Setelah berjalan beberapa waktu di akultasnya
masing – masing, organisasi – organisasi ini merasakan dan menyadari
bahwa Mapala UI yang telah terbentuk dan disetujui oleh Rektor UI (Prof.
DR. Sumantri Brojonegoro (Alm.)) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa adalah
milik seluruh mahasiswa UI. Oleh karena itu organisasi – organisasi
tersebut setuju untuk bersatu dalam satu wadah yaitu MAPALA UI.
Selanjutnya seiring perjalanan waktu, proses perekrutan anggota mapala
dilakukan secara sisitematis dan profesional berdasarkan pengalaman
organisasi dan riset akademis. Tertib organisasi diatur dalam Anggaran Dasar Mahasiswa Pencinta
Alam Universitas Indonesia dan proses perekrutan serta pelatihan
anggota baru (harus mahasiswa Universitas Indonesia, melalui sebuah
panitia yang disebut Badan
Khusus Pelantikan disingkat BKP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar