1. Umum
Arbitrase
merupakan istilah yang dipakai untuk menjabarkan suatu bentuk tata cara damai
yang sesuai atau sebagai penyediaan dengan cara bagaimana menyelesaikan
sengketa yang timbul sehingga mencapai suatu hasil tertentu yang secara hukum
final dan mengikat.
Prasyarat
yang utama bagi suatu proses arbitrase ialah kewajiban pada para pihak membuat
suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase ( arbitration
clause/agreement ) dan kemudian menyepakati hukum dan tata cara bagaimana
mereka akan mengakhiri penyelesaian. Di luar arbitrase biasanya bilamana
timbul sengketa, para pihak minta seorang pengacara, melalui suatu surat kuasa
kepadanya kemudian melibatkan pengadilan mencoba menyelesaikan sengketa yang
telah terjadi atau bisa saja berusaha menyelesaikan sendiri secara langsung.
2. Batasan Arbitrase
Kalau
diteliti berbagai batasan yang ada maka ada yang mengatakan bahwa arbitrase itu
ialah :
“ An arbitration is the
reference of a dispute or difference between not less than two persons for
determination after hearing both sides in a judical manner by another person or
persons, other than a court of competent jurisdiction “.
Sedangkan
BLACK’S Law Dictionary berkata, bahwa :
“ Arbitration.
The reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties
to the dispuite who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued
after hearing at which both perties have an opportunity to be heard. An
arrangement for taking and abiding by the judgement of selected persons in some
disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and
is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of
ordinary litigation “.
Ada
pula yang mengatakan bahwa :
“ Arbitration. An
alternative dispute resolution system that is agreed to by all parties to a
dispuite. This system provides for private resolution of disputes in a speedy
fashion “.
Sedangkan
RODALE (The synonym Finder, 1986) berkata :
“Arbitration.
Mediation, negotiation, bargaining, peacemaking, bringing together,
reconcilliation, reconcilement, conciliation, intervention, interposition,
inter-mediation, interference, Judgement, adjudication, decision,
determination, settling, settlement, arbitrament, Hearing, trial, parley,
conference, discussion “.
SUBEKTI
mengatakan bahwa :
“
Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu perselisihan ( perkara ) oleh seorang
atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak
yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan :.
Penulis berpendapat,
bahwa arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa – aps yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh
undang-undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya –
ketidaksefahaman – ketidaksepakatannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada
satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter – arbiter – majelis ) ahli yang
profesional, yang akan bertindak sebagai hakim / peradilan swasta yang akan
menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum
perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu
untuk sampai kepada putusan yang final dan mengikat. Oleh karena itu dikatakan
bahwa arbitrase adalah hukum prosedur dan hukum para pihak “ ( law
of procedure “ dan “ law of the parties “
). Selain putusan arbiter yang final dan mengikat, dikenal pula pendapat
mengikat ( “ bidang opinion “ – “ bindend adves “ ).
Arbitrase
biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional ) sebagai
suatu cara perdamaian memecahkan ketidak sefahaman pihak-pihak dibidang
kegiatan komersial. Dalam hal ini yang diartikan dengan komersial ialah seperti
dicantumkan di dalam “ The United Nations Commission on International Trade Law
( UNICITRAL ) tanggal 28 April 1976 ( UNICITRAL ARBITRATION RULES
disingkat UAR ) sebagai berikut :
“ The term
commercial should de given a wide interpretation so as to cover matters arising
from all relationship of a commercial in nature, whether contractual or not.
Relationship of a commercial nature include, but are not limited to, the
following transactions , any trade transaction for the supply or exchange goods
or services, distribution agreement, commercial representation or agency,
factoring licensing, investment, financing, banking, insurance, exploitation
agreement or concession, joint venture and other forms of industrial or
business co-operation carriage of goods or passenger by air, rail, sea,
or road.
Dalam
perkembangan selanjutnya ternyata tata cara penyelesaian cara damai seperti
arbitrase banyak dimanfaatkan juga dibidang-bidang sengketa tentang ‘
franchising “ penerbangan, telekomunikasi internasional dan ‘ commercial
utilization of outer space “. Malahan ada pula yang menghendaki agar juga
ditetapkan di bidang kartu kredit, perbankan dan pelanggaran terhadap
kenyamanan lingkungan hidup.
Arbitrase
memiliki beberapa keuntungan sebagai sarana mengatasi sengketa secara damai,
non-konfrontatif dan kooperatif dengan tujuan hasil tertentu. Hasil ini dapat
merupakan suatu penyelesaian hukum yang bersifat final dan mengikat sama dengan
pelaksanaan yang dimungkinkan melalui pengadilan.
Keuntungan
arbitrase lainnya ialah dimana para pihak masing-masing dapat menunjuk seorang
arbiter pilihan mereka yang akan mempertimbangkan bukti – bukti yang diajukan
sebagai dasar keputusannya. Hal ini berarti memberi kemungkinan untuk
menunjuk seorang ahli yang mengerti tentang sengketanya dan dengan demikian
membebaskan para pihak dari kewajiban menghadirkan ahli untuk minta pendapat
tanpa biaya tambahan apapun.
Arbiter
tidak dibenarkan memberikan bukti-bukti pribadi yang dimilikinya, akan tetapi
ia dapat dan wajib memanfaatkan pengetahuannya dan memberi tafsiran terhadap
bukti yang dikemukakan oleh para pihak.
Dalam
proses arbitrase para pihak dibenarkan menyepakati apakah penyelesaian yang
dikehendakinya bersifat resmi atau tidak. Akan tetapi beberapa formalitas
tertentu harus ditaati dan diterapkan andaikata keputusannya harus
dilaksanakan.
Banyak
hal yang dapat dilakukan oleh arbiter untuk membantu para pihak mencapai hasil
yang memuaskan bagi para pihak. Bagaimana menetapkan apakah suatu sengketa
sebaiknya diselesaikan melalui arbitrase tergantung dari berbagai kendala.
3. Mengapa Memilih
Arbitrase
Berangkat
dari kesepakatan tertulis tersebut, langkah – langkah berikut yang harus
diambil ialah menyepakati bentuk majelisnya, antara lain tata cara atau
syarat-syarat penunjukan arbiter, jumlahnya, hukumnya, tempat sidang, dll.
Dalam banyak hal seorang arbiter secara tunggal dapat daja dipilih.
Para
pihak diharapkan mampu menyepakati seorang arbiter tunggal. Andaikata ini
dimungkinkan maka masing-masing memilih seorang arbiter dan kedua arbiter
tersebut memilih arbiter ketiga, karena akan sangat bijaksana membentuk majelis
dengan suatu jumlah ganjil sehingga dengan demikian mencegah situasi yang dapat
mengakibatkan kesulitan pada saat akhir menetapkan keputusan.
Para
arbiter harus mampu memahami permasalahan teknis dan bentuk sengketanya dan
juga harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai hukum dan tata cara agar
dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang disepakati.
Bilamana
diputuskan oleh para pihak bahwa majelis terdiri dari dua arbiter, maka
sebaiknya atas kesadarannya menetapkan orang ketiga sebagai arbiter. Majelis
yang dibentuk diwajibkan dapat menghasilkan suatu keputusan final yang mengikat
para pihak.
Bila
gagal, mereka dapat meminta bantuan seorang atau beberapa orang ahli yang
mandiri untuk menetapkan putusan final dan mengikat.
Setelah
diputuskan siapa yang akan ditunjuk untuk bertindak sebagai arbiter, maka
sebelumnya harus dipastikan apakah mereka menerima penunjukannya itu.
Ada
bentuk formulir yang diperlukan untuk menetapkan wewenang arbitrator dan
misalnya yang berbunyi sebagai berikut :
“ Bila terjadi sengketa,
para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa kepada Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) dan menerapkan ketentuan – ketentuan BANI. Dalam rangka usaha
penyelesaiannya, wewenang diberikan kepada arbiter yang disepakati oleh para
pihak diberi hak penuh untuk memutus sengketa secara final dan mengikat. “
Setelah
disepakati bahwa telah terjadi suatu sengketa, maka langkah berikutnya adalah
bagaimana mengatasinya. Kiat-kiat dalam mengambil keputusan dapat disepakati
misalnya sebagai berikut :
Para pihak bila menghadapi
sengketa mengupayakan bantuan dariu seorang Pengacara. “
Setelah
mempelajari dokumentasi dan bukti-bukti yang ada para pengacara akan mengambil
sikap untuk menasehati kliennya apakah ada peluang hukum demi suksesnya dalam
mengupayakan pembelaannya.
Arbitrase
biasa dipilih oleh para pengusaha untuk penyelesaian sengketa komersialnya,
karena ternyata memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan ( walaupun ternyata
disana – sini terdapat kelemahan-kelemahan yang bisa saja terjadi ), yakni
antara lain :
1.
Para pihak yang bersengketa dapat memilih para arbiternya
sendiri dan untuk ini tentunya akan dipilih mereka yang dipercayai memiliki
integritas, kejujujuran , keahlian dan profesionalisme dibidangnya
masing-masing.
2.
Proses majelis arbitrase konfidensial dan oleh karena itu dapat
menjamin rahasia dan publisitas yang tidak dikehendaki.
3.
Putusan arbitrase, sesuai dengan kehendak dan niat para pihak
merupakan putusan final dan mengikat para pihak bagi sengketanya, lain lagi
putusan pengadilan yang terbuka bagi peninjauan yang memakan waktu lama.
4.
Karena putusannya final dan mengikat, tata caranya bisa cepat,
tidak mahal serta jauh lebih rendah dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan
dalam proses pengadilan. Apalagi kalau kebetulan ditangani oleh pengacara yang
kurang bertanggung jawab sehingga masalahnya dapat saja dengan itikad buruk
diperpanjang selama mungkin.
5.
Tata cara arbitrase lebih informal dari tata cara pengadilan dan
oleh karena itu terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian
kekeluargaan dan dama.
Khusus
dalam arbitrase internasional, menciptakan tata cara penyelesaian sengketa
komersial secara damai ( arbitrase ) merupakan akibat dari hal-hal dibawah ini,
misalnya :
1)
Para pihak ( asing ) ragu untuk mengajukan sengketanya di peradilan nasional
pihak lawan sengketa.
2)
Apalagi kalau lawan sengketanya itu merupakan lembaga atau perorangan warga
negara tersebut.
3)
Pihak asing itu kurang memahami tata cara / prosedur pengadilan negara tersebut
dan merasa berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.
4)
Peradilan negara menggunakan bahasa nasional yang tidak dimengerti oleh pihak
asing tersebut ( lain lagi pada sidang arbitrase yang boleh menggunakan bahasa
asing yang dikuasai atau bahasa yang diterima dan dipilih oleh pihak-pihak yang
bersengketa ).
5)
Akan tetapi eksekusi putusan arbitrase internasional pada umumnya kini sedikit
banyak agak terjamin dengan telah berlakunya ‘ United Nations Convention on the
Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958 ( Konvensi New York 1958 ) dan yang
telah diratifikasi oleh hampir semua negara termasuk negara industri dan
negara-negara berkembang.
4. Privatisasi
Sengketa
Arbitrase
karena sifatnya menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dan dapat
dikatakan ditujukan kepada posisi “ win – win “ dan bukan kepada apa yang biasa
terjadi di pengadilan yang mempertaruhkan “ win-loose “ dan banyak terjadi “
jual – beli hukum “, terjamin tidak ada publisitas karena sifat yang tertutup
dan tidak ada konfrontatif dan berlangsung secara kooperatif – damai. Tidak
seperti perkara-perkara di pengadilan yang terbuka dapat dihadiri oleh umum,
pers dan seringkali dibeberkan di media massa. Suatu media yang dapat merugikan
pihak, terutama reputasi yang dapat mempengaruhi integritas, bonafiditas mereka
yang bersengketa.
5. Arbitrase ;
Cepat, Murah
Bahwa
arbitrase itu lebih murah dan cepat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya
jangka waktu kerja majelis arbitrase dibatasi oleh undang-undang seperti di
Indonesia oleh pasal 48 UU No. 30 / 1999 yang memberi waktu penyelesaian sidang
6 bulan untuk sampai pada putusan final dan mengikat. BANI memberi 3 bulan
dengan kesempatan perpanjangan sampai 3 bulan tambahan. Sedangkan peradilan
biasa bisa memakan waktu sampai puluhan tahun, bahkan sampai 20 tahun lebih.
Arbitrase dikenal sebagai suatu cara penyelesaian melalui ‘ fast track “ dan “
standard track ‘ ( sedangkan pengadilan dikenal sebagai “ complicated track “
).
Arbitrase
masih dianggap sebagai satu-satunya yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa
transaksi internasional. Kini belum kita dapati peradilan yang dapat memeriksa
sengketa komersial internasional. Adanya kekhawatiran dan keengganan para
pengusaha internasional yang bersengketa melawan pengusaha nasional karena
kekhawatiran hakimnya akan memihak. Oleh karena itu sering kita lihat bahwa
dalam perjanjian dagang international, selalu memilih forum hukum asing.
6. Klausula (
clause ) arbitrase
Beberapa
contoh “ clause “ arbitrase :
a. Korea
“ All
disputes, controversies, or differences which may arise between the parties,
out of or in relation to or in connection with this contract, or for the breach
thereof, shall be finally settled by arbitration in Seoul, Korea in accordance
with the Commercial Arbitration Rules of the Korean Commercial
Arbitration Association and under the laws of Korea. The Award rendered
by the arbitrator (s) shall be final and binding upon both parties concerned.
b. Singapore
“ Any
dispute arising out or in conection with this contract, including any question
regarding its existance, validity or termination, shall be referred to and
finally resolved by arbitration in Singapore in accordance with the Arbitration
Rules of Singapore International Arbitration Centre ( “ SIAC Rules ‘ ) for the
time being in force which rules are deemed to be incorporated by reference into
this clause. “
c. Netherlands
“ All
dispute arising in connection with the present contract or further contracts
resulting theoreof, shall be finally setteld by arbitration in accordance with
the Rules of the Netherlands Arbitration Institute ( Nederlands Arbitrage
Institute ).
d. ICC
“ All
disputes arising in connection with the present contract shall be finally
settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International
Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the
said Rules.
e. UNCITRAL
“ Any dispute,
controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the
breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance
with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force. The appointing
authority shall be the ICC acting in accordance with the rules adopted by the
ICC for this purpose.
f. BANI
“ Semua
sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur
arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa
sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.
Tanpa
adanya ‘ clause ‘ tersebut dapat saja para pihak yang bersengketa mengajukan ke
lembaga arbitrase seperti BANI atau melalui kesepakatan bersama secara tertulis
setelah timbulnya
sengketa
( arbitrase “ ad – hoc “ ) membentuk arbitrase khusus untuk itu.
7. Tentang Arbiter
Yang
juga sangat penting ialah memilih arbiter yang tepat kompeten, jujur dan
memiliki integritas bukan saja pribadinya akan tetapi juga kemampuan dan
keahliannya dibidang Hukum Arbitrase dan kemudian tentang inti sengketa yang dihadapinya.
Jumlah arbiter yang akan dipilih tergantung dari keinginan pihak, bisa satu (
tunggal ), bisa lebih, misalnya 3 orang, satu dipilih masing-masing oleh para
pihak dan yang ketiga oleh mereka bersama sehingga dengan demikian dicapai
jumlah yang ganjil. Dan andaikata para pihak tidak memilih dapat saja
diserahkan kepada Lembaga Arbitrase ( seperti BANI ) yang dicantumkan didalam
perjanjiannya.
Hak dan
kewajiban arbiter :
1.
Ia harus independen dan menunjukkan sikap tidak memihak, terbuka
maupun tertutup ( walaupun ia dipilih oleh salah satu pihak yang bersengketa
bukan berarti ia mewakili atau harus membela pihak yang memilihnya ).
2.
Harus menyampaikan kepada para pihak dan tentunya kepada lembaga
atau institusi dimana ia terdaftar agar setiap fakta dan keadaan yang mungkin
akan menimbulkan keragu-raguan atas independensi dan ketidakpihakannya yang
mungkin timbul didalam ucapan maupun pikiran para pihak yang bersengketa.
3.
Terikat untuk menerapkan tata cara secara wajar (
equitable ) menghargai dan menghormati prinsip perlakuan yang tidak memihak dan
menghormati hak-hak para pihak untuk didengar.
4.
Menyelesaikan dan memberi putusan dalam waktu
sesingkat-singkatnya dan sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan.
5.
Memelihara konfidensialitas para pihak juga setelah diterbitkan
keputusannya.
6.
Selama pemeriksaan ia berhak memperoleh kerja sama yang
jujur dan terbuka dari para pihak.
7.
Ia tidak bisa dituntut karena proses arbitrase atau isi
putusannya, kecuali terbukti melakukan pelanggaran pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar