Jumat, 08 Maret 2013

Arbitrase


1. Umum
Arbitrase merupakan istilah yang dipakai untuk menjabarkan suatu bentuk tata cara damai yang sesuai atau sebagai penyediaan dengan cara bagaimana menyelesaikan sengketa yang timbul sehingga mencapai suatu hasil tertentu yang secara hukum final dan mengikat.
Prasyarat yang utama bagi suatu proses arbitrase ialah kewajiban pada para pihak membuat suatu kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase ( arbitration clause/agreement ) dan kemudian menyepakati hukum dan tata cara bagaimana mereka akan mengakhiri  penyelesaian. Di luar arbitrase biasanya bilamana timbul sengketa, para pihak minta seorang pengacara, melalui suatu surat kuasa kepadanya kemudian melibatkan pengadilan mencoba menyelesaikan sengketa yang telah terjadi atau bisa saja berusaha menyelesaikan sendiri secara langsung.
2. Batasan Arbitrase
Kalau diteliti berbagai batasan yang ada maka ada yang mengatakan bahwa arbitrase itu ialah :
“ An arbitration is the reference of a dispute or difference between not less than two persons for determination after hearing both sides in a judical manner by another person or persons, other than a court of competent jurisdiction “.
Sedangkan BLACK’S Law Dictionary berkata, bahwa :
“ Arbitration. The reference of a dispute to an impartial (third) person chosen by the parties to the dispuite who agree in advance to abide by the arbitrator’s award issued after hearing at which both perties have an opportunity to be heard. An arrangement for taking and abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litigation “.
Ada pula yang mengatakan bahwa :
“ Arbitration. An alternative dispute resolution system that is agreed to by all parties to a dispuite. This system provides for private resolution of disputes in a speedy fashion “.
Sedangkan RODALE (The synonym Finder, 1986) berkata :
“Arbitration. Mediation, negotiation, bargaining, peacemaking, bringing together, reconcilliation, reconcilement, conciliation, intervention, interposition, inter-mediation, interference, Judgement, adjudication, decision, determination, settling, settlement, arbitrament, Hearing, trial, parley, conference, discussion “.
SUBEKTI mengatakan bahwa :
“ Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu perselisihan ( perkara ) oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan :.
Penulis berpendapat, bahwa  arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa – aps yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya – ketidaksefahaman – ketidaksepakatannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter – arbiter – majelis ) ahli yang profesional, yang akan bertindak sebagai hakim / peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu untuk sampai kepada putusan yang final dan mengikat. Oleh karena itu dikatakan bahwa arbitrase adalah hukum prosedur dan hukum para pihak “ ( law of procedure “ dan “ law of the parties “ ). Selain putusan arbiter yang final dan mengikat, dikenal pula pendapat  mengikat ( “ bidang opinion “ – “ bindend adves “ ).
Arbitrase biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional ) sebagai suatu cara perdamaian memecahkan ketidak sefahaman pihak-pihak dibidang kegiatan komersial. Dalam hal ini yang diartikan dengan komersial ialah seperti dicantumkan di dalam “ The United Nations Commission on International Trade Law ( UNICITRAL ) tanggal 28 April 1976 ( UNICITRAL ARBITRATION RULES disingkat  UAR ) sebagai berikut :
“ The term commercial should de given a wide interpretation so as to cover matters arising from all relationship of a commercial in nature, whether contractual or not. Relationship of a commercial nature include, but are not limited to, the following transactions , any trade transaction for the supply or exchange goods or services, distribution agreement, commercial representation or agency, factoring licensing, investment, financing, banking, insurance, exploitation agreement or concession, joint venture and other forms of industrial or business co-operation  carriage of goods or passenger by air, rail, sea, or road.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata tata cara penyelesaian cara damai seperti arbitrase banyak dimanfaatkan juga dibidang-bidang sengketa tentang ‘ franchising “ penerbangan, telekomunikasi internasional dan ‘ commercial utilization of outer space “. Malahan ada pula yang menghendaki agar juga ditetapkan di bidang kartu kredit, perbankan dan pelanggaran terhadap kenyamanan lingkungan hidup.
Arbitrase memiliki beberapa keuntungan sebagai sarana mengatasi sengketa secara damai, non-konfrontatif dan kooperatif dengan tujuan hasil tertentu. Hasil ini dapat merupakan suatu penyelesaian hukum yang bersifat final dan mengikat sama dengan pelaksanaan yang dimungkinkan melalui pengadilan.
Keuntungan arbitrase lainnya ialah dimana para pihak masing-masing dapat menunjuk seorang arbiter pilihan mereka yang akan mempertimbangkan bukti – bukti yang diajukan sebagai  dasar keputusannya. Hal ini berarti memberi kemungkinan untuk menunjuk seorang ahli yang mengerti tentang sengketanya dan dengan demikian membebaskan para pihak dari kewajiban menghadirkan ahli untuk minta pendapat tanpa biaya tambahan apapun.
Arbiter tidak dibenarkan memberikan bukti-bukti pribadi yang dimilikinya, akan tetapi ia dapat dan wajib memanfaatkan pengetahuannya dan memberi tafsiran terhadap bukti yang dikemukakan oleh para pihak.
Dalam proses arbitrase para pihak dibenarkan menyepakati apakah penyelesaian yang dikehendakinya bersifat resmi atau tidak. Akan tetapi beberapa formalitas tertentu harus ditaati dan diterapkan andaikata keputusannya harus dilaksanakan.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh arbiter untuk membantu para pihak mencapai hasil yang memuaskan bagi para pihak. Bagaimana menetapkan apakah suatu sengketa sebaiknya diselesaikan melalui arbitrase tergantung dari berbagai kendala.
3. Mengapa Memilih Arbitrase
Berangkat dari kesepakatan tertulis tersebut, langkah – langkah berikut yang harus diambil ialah menyepakati bentuk majelisnya, antara lain tata cara atau syarat-syarat penunjukan arbiter, jumlahnya, hukumnya, tempat sidang, dll. Dalam banyak hal seorang arbiter secara tunggal dapat daja dipilih.
Para pihak diharapkan mampu menyepakati seorang arbiter tunggal. Andaikata ini dimungkinkan maka masing-masing memilih seorang arbiter dan kedua arbiter tersebut memilih arbiter ketiga, karena akan sangat bijaksana membentuk majelis dengan suatu jumlah ganjil sehingga dengan demikian mencegah situasi yang dapat mengakibatkan kesulitan pada saat akhir menetapkan keputusan.
Para arbiter harus mampu memahami permasalahan teknis dan bentuk sengketanya dan juga harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai hukum dan tata cara agar dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang disepakati.
Bilamana diputuskan oleh para pihak bahwa majelis terdiri dari dua arbiter, maka sebaiknya atas kesadarannya menetapkan orang ketiga sebagai arbiter. Majelis yang dibentuk diwajibkan dapat menghasilkan suatu keputusan final yang mengikat para pihak.
Bila gagal, mereka dapat  meminta bantuan seorang atau beberapa orang ahli yang mandiri untuk menetapkan putusan final dan mengikat.
Setelah diputuskan siapa yang akan ditunjuk untuk bertindak sebagai arbiter, maka sebelumnya harus dipastikan apakah mereka menerima penunjukannya itu.
Ada bentuk formulir yang diperlukan untuk menetapkan wewenang arbitrator dan misalnya yang berbunyi sebagai berikut :
“ Bila terjadi sengketa, para pihak sepakat untuk menyerahkan sengketa kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan menerapkan ketentuan – ketentuan BANI. Dalam rangka usaha penyelesaiannya, wewenang diberikan kepada arbiter yang disepakati oleh para pihak diberi hak penuh untuk memutus sengketa secara final dan mengikat. “
Setelah disepakati bahwa telah terjadi suatu sengketa, maka langkah berikutnya adalah bagaimana mengatasinya. Kiat-kiat dalam mengambil keputusan dapat disepakati misalnya sebagai berikut :
Para pihak bila menghadapi sengketa mengupayakan bantuan dariu seorang Pengacara. “
Setelah mempelajari dokumentasi dan bukti-bukti yang ada para pengacara akan mengambil sikap untuk menasehati kliennya apakah ada peluang hukum demi suksesnya dalam mengupayakan pembelaannya.
Arbitrase biasa dipilih oleh para pengusaha untuk penyelesaian sengketa komersialnya, karena ternyata memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan ( walaupun ternyata disana – sini terdapat kelemahan-kelemahan yang bisa saja terjadi ), yakni antara  lain :
1.    Para pihak yang bersengketa dapat memilih para arbiternya sendiri dan untuk ini tentunya akan dipilih mereka yang dipercayai memiliki integritas, kejujujuran , keahlian dan profesionalisme dibidangnya masing-masing.
2.    Proses majelis arbitrase konfidensial dan oleh karena itu dapat menjamin rahasia dan publisitas yang tidak dikehendaki.
3.    Putusan arbitrase, sesuai dengan kehendak dan niat para pihak merupakan putusan final dan mengikat para pihak bagi sengketanya, lain lagi putusan pengadilan yang terbuka bagi peninjauan yang memakan waktu lama.
4.    Karena putusannya final dan mengikat, tata caranya bisa cepat, tidak mahal serta jauh lebih rendah dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pengadilan. Apalagi kalau kebetulan ditangani oleh pengacara yang kurang bertanggung jawab sehingga masalahnya dapat saja dengan itikad buruk diperpanjang selama mungkin.
5.    Tata cara arbitrase lebih informal dari tata cara pengadilan dan oleh karena itu terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian kekeluargaan dan dama.
Khusus dalam arbitrase internasional, menciptakan tata cara penyelesaian sengketa komersial secara damai ( arbitrase ) merupakan akibat dari hal-hal dibawah ini, misalnya :
1)      Para pihak ( asing ) ragu untuk mengajukan sengketanya di peradilan nasional pihak lawan sengketa.
2)      Apalagi kalau lawan sengketanya itu merupakan lembaga atau perorangan warga negara tersebut.
3)      Pihak asing itu kurang memahami tata cara / prosedur pengadilan negara tersebut dan merasa berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.
4)      Peradilan negara menggunakan bahasa nasional yang tidak dimengerti oleh pihak asing tersebut ( lain lagi pada sidang arbitrase yang boleh menggunakan bahasa asing yang dikuasai atau bahasa yang diterima dan dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa ).
5)      Akan tetapi eksekusi putusan arbitrase internasional pada umumnya kini sedikit banyak agak terjamin dengan telah berlakunya ‘ United Nations Convention on the Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958 ( Konvensi New York 1958 ) dan yang telah diratifikasi oleh hampir semua negara termasuk negara industri dan negara-negara berkembang.
4.  Privatisasi Sengketa
Arbitrase karena sifatnya menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dan dapat dikatakan ditujukan kepada posisi “ win – win “ dan bukan kepada apa yang biasa terjadi di pengadilan yang mempertaruhkan “ win-loose “ dan banyak terjadi “ jual – beli hukum “, terjamin tidak ada publisitas karena sifat yang tertutup dan tidak ada konfrontatif dan berlangsung secara kooperatif – damai. Tidak seperti perkara-perkara di pengadilan yang terbuka dapat dihadiri oleh umum, pers dan seringkali dibeberkan di media massa. Suatu media yang dapat merugikan pihak, terutama reputasi yang dapat mempengaruhi integritas, bonafiditas mereka yang bersengketa.
5.  Arbitrase ; Cepat, Murah
Bahwa arbitrase itu lebih murah dan cepat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya jangka waktu kerja majelis arbitrase dibatasi oleh undang-undang seperti di Indonesia oleh pasal 48 UU No. 30 / 1999 yang memberi waktu penyelesaian sidang 6 bulan untuk sampai pada putusan final dan mengikat. BANI memberi 3 bulan dengan kesempatan perpanjangan sampai 3 bulan tambahan. Sedangkan peradilan biasa bisa memakan waktu sampai puluhan tahun, bahkan sampai 20 tahun lebih. Arbitrase dikenal sebagai suatu cara penyelesaian melalui ‘ fast track “ dan “ standard track ‘ ( sedangkan pengadilan dikenal sebagai “ complicated track “ ).
Arbitrase masih dianggap sebagai satu-satunya yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa transaksi internasional. Kini belum kita dapati peradilan yang dapat memeriksa sengketa komersial internasional. Adanya kekhawatiran dan keengganan para pengusaha internasional yang bersengketa melawan pengusaha nasional karena kekhawatiran hakimnya akan memihak. Oleh karena itu sering kita lihat bahwa dalam perjanjian dagang international, selalu memilih forum hukum asing.
6.  Klausula ( clause ) arbitrase
Beberapa contoh “ clause “ arbitrase :
a. Korea
“ All disputes, controversies, or differences which may arise between the parties, out of or in relation to or in connection with this contract, or for the breach thereof, shall be finally settled by arbitration in Seoul, Korea in accordance with the Commercial Arbitration Rules of the Korean Commercial Arbitration  Association and under the laws of Korea. The Award rendered by the arbitrator (s) shall be final and binding upon both parties concerned.
b. Singapore
“ Any dispute arising out or in conection with this contract, including any question regarding its existance, validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration in Singapore in accordance with the Arbitration Rules of Singapore International Arbitration Centre ( “ SIAC Rules ‘ ) for the time being in force which rules are deemed to be incorporated by reference into this clause. “
c. Netherlands
“ All dispute arising in connection with the present contract or further contracts resulting theoreof, shall be finally setteld by arbitration in accordance with the Rules of the Netherlands Arbitration Institute ( Nederlands Arbitrage Institute ).
d. ICC
“ All disputes arising in connection with the present contract  shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules.
e. UNCITRAL
“ Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force. The appointing authority shall be the ICC acting in accordance with the rules adopted by the ICC for this purpose.
f. BANI
“ Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.
Tanpa adanya ‘ clause ‘ tersebut dapat saja para pihak yang bersengketa mengajukan ke lembaga arbitrase seperti BANI atau melalui kesepakatan bersama secara tertulis setelah timbulnya sengketa                            ( arbitrase “ ad – hoc “ ) membentuk arbitrase khusus untuk itu.
7. Tentang  Arbiter
Yang juga sangat penting ialah memilih arbiter yang tepat kompeten, jujur dan memiliki integritas bukan saja pribadinya akan tetapi juga kemampuan dan keahliannya dibidang Hukum Arbitrase dan kemudian tentang inti sengketa yang dihadapinya. Jumlah arbiter yang akan dipilih tergantung dari keinginan pihak, bisa satu ( tunggal ), bisa lebih, misalnya 3 orang, satu dipilih masing-masing oleh para pihak dan yang ketiga oleh mereka bersama sehingga dengan demikian dicapai jumlah yang ganjil. Dan andaikata para pihak tidak memilih  dapat saja diserahkan kepada Lembaga Arbitrase ( seperti BANI ) yang dicantumkan didalam perjanjiannya.
Hak dan kewajiban arbiter :
1.    Ia harus independen dan menunjukkan sikap tidak memihak, terbuka maupun tertutup ( walaupun ia dipilih oleh salah satu pihak yang bersengketa bukan berarti ia mewakili atau harus membela pihak yang memilihnya ).
2.    Harus menyampaikan kepada para pihak dan tentunya kepada lembaga atau institusi dimana ia terdaftar agar setiap fakta dan keadaan yang mungkin akan menimbulkan keragu-raguan atas independensi dan ketidakpihakannya yang mungkin timbul didalam ucapan maupun pikiran para pihak yang bersengketa.
3.    Terikat  untuk menerapkan tata cara secara wajar ( equitable ) menghargai dan menghormati prinsip perlakuan yang tidak memihak dan menghormati hak-hak para pihak untuk didengar.
4.    Menyelesaikan dan memberi putusan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan sesuai jangka waktu  yang telah ditetapkan.
5.    Memelihara konfidensialitas para pihak juga setelah diterbitkan keputusannya.
6.    Selama pemeriksaan ia berhak  memperoleh kerja sama yang jujur dan terbuka dari para pihak.
7.    Ia tidak bisa dituntut karena proses arbitrase atau isi putusannya, kecuali terbukti melakukan pelanggaran pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar